pilarbalinews.com

Subak dan Desa Terbaik di Dunia, Jatiluwih Festival Ke-VI 2025 Usung Tema ‘Grow With Nature’

Ket Foto: Desa Jatiluwih menjadi desa terbaik di dunia karena memiliki kelestarian sistem sawah dan subaknya. Kini digelar Jatiluwih Festival Ke-VI selama tanggal 19-20 Juli 2025.

Kawasan heritage di Desa Jatiluwih Kecamatan Penebel, Tabanan, dikenal dengan sawah dan terasering subak terbaik di dunia. Panorama Jatiluwih kembali membuka mata masyarakat Bali melalui konsep Tri Hita Karana, bahwa manusia senantiasa hidup berdampingan dengan alam.

Masyarakat Jatiluwih turun temurun menjaga ekosistem aliran air subak yang dimiliki. Diperkirakan Desa Jatiluwih memiliki wilayah seluas 2.233 Ha. Penggunaan tanah pada wilayah Desa Jatiluwih menurut data desa memiliki tanah sawah seluas 303 Ha, Tanah Tegalan 813,999 Ha, Tanah Pekarangan 24 Ha, Hutan 1.057 Ha, dan lain-lain 60 Ha.

Ratusan hektar sawah basah membentang dengan udara yang sejuk, dibalut pemandangan pengunungan tinggi Batukaru, melengkapi panorama alam saat digelarnya Jatiluwih Festival Ke-VI pada 19-20 Juli 2025.

Aneka kerajinan tangan dan makanan khas buatan masyarakat Jatiluwih dipamerkan dalam Festival tahunan ini.

Kerajinan ditampilkan seperti pindekan atau baling-baling dari bambu, kotekan atau alat sederhana dari bambu yang bunyinya digunakan mengusir burung di persawahan, termasuk anyaman bambu yang membentuk patung Dewi Sri raksasa sebagai simbol dewi kemakmuran dan kesuburan.

“Pada Tahun 2012 kami mendapatkan gelar dari UNESCO sebagai warisan budaya dunia, dan Tahun 2024 kami mendapatkan gelar desa terbaik versi badan PBB dari United Nations Tourism (UN Tourism). Oleh karena itu, Jatiluwih tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi oleh nilai-nilai kehidupan di masyarakatnya. Ini terkandung dalam kerja sama dan keharmonisannya,” ujar Ketua Panitia Jatiluwih Festival VI, I Ketut ‘John’ Purna, dalam pembukaan Jatiluwih Festival Ke-VI Tahun 2025, Sabtu (19/5/2025).

BACA JUGA  Judi Tajen di Desa Songan Telan Korban Jiwa, Polres Bangli dan Polda Bali Kecolongan

John menceritakan kehadiran Jatiluwih Festival Ke-VI, di mana budaya yang ada bukan semata-mata diwariskan saja, tetapi bentuk tanggung jawab moral masyarakat di dalamnya untuk saling melestarikannya.

“Budaya masyarakat yang harmonis dan lingkungan alam persawahan yang sudah melekat di Desa Jatiluwih, tentu akan terus dijaga generasi berikutnya,” katanya.

Melalui Jatiluwih Festival Ke-VI, John berharap masyarakat dapat terhibur dengan tarian khas dari Jatiluwih yang sudah ditampilkan. Berikutnya, edukasi lewat workshop kuliner, kompetisi pelajar, ada fashion show dan hiburan artis-artis Bali seperti, A.A. Raka Sidan & Ocha Putri, Agung Ketut Rai, Bali Harmony Junior. Kesenian lainnya, ada Joged Bumbung, Topeng Bondres, Tari Metangi, Tari Kartika Anjali, Tari Kasmaran,

“Ini semua dikemas menarik dan menghibur untuk semangat baru generasi muda kita di Desa Jatiluwih,” ucapnya.

Bupati Tabanan Dr. I Komang Gede Sanjaya, SE., MM., hadir langsung bersama Wakil Bupati Tabanan, I Made Dirga, S.Sos., mengungkapkan rasa suka citanya atas terselenggaranya Festival Jatiluwih Ke-VI.

Bupati Komang Gede Sanjaya mengakui sudah beberapa kali berkunjung ke Jatiluwih. Antusiasme wisatawan untuk melihat heritage alam sawah dan subak sangatlah tinggi.

“Irigasi subak dan sawah di Jatiluwih semuanya sudah berjalan ribuan tahun, bahkan diwarisi sampai saat ini. Semuanya kita taat saling menjaga, salah satunya lewat aturan atau awig-awig/perarem. Lewat ditetapkannya Jatiluwih oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia, sejak 6 Juli 2012, ini menjadi motivasi agar kita terus melestarikan alam persawahan dan subak dimiliki,” ungkap Bupati Tabanan dua periode ini.

Ia juga sangat kagum dengan semangat masyarakat Desa Jatiluwih, sebab sebelumnya sudah mendapatkan penghargaan dari tingkat nasional dan dunia.

BACA JUGA  SheHacks 2025 Indosat Dorong Inklusivitas Digital: Berdayakan Perempuan Lewat Gerakan #UnlockingShe

“Tugas kita sekarang adalah menjaga penghargaan ini dan menjadi sebuah tantangan besar. Sebab, menjaga warisan ini tidak main-main, kita semua wajib saling bahu-membahu untuk merawat dan melestarikannya,” tandas Gede Komang Sanjaya, yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Tabanan, kelahiran 4 Oktober 1966 ini.

Sementara itu, Ni Made Ayu Marthini selaku Deputi Bidang Pemasaran pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI, sangat antusias dengan terselenggaranya Jatiluwih Festival Ke-VI. Baginya, Desa Jatiluwih begitu istimewa karena memiliki ratusan hektar sawah yang lestari.

“Dari Festival Jatiluwih Ke-VI, dengan tema Grow With Nature, temanya ini sangat bagus. Karena kita berada di tengah-tengah, bukan saja soal destinasi, tetapi wilayah yang harus sangat kita syukuri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebab tidak banyak wilayah yang seperti ini dan lengkap. Kalau dari segi sawah mungkin ada banyak, tadi saya juga sudah bicara dengan Pak Bupati Tabanan, di Negara China, Vietnam, Fillipina dan lainnya ada sawah yang memiliki terasering. Tapi, khususnya di Jatiluwih memiliki perbedaan berupa subak-nya. Ini adalah kebudayaan yang diturunkan para leluhur kita zaman dahulu, jadi hari ini dan ke depan kita harus menjaganya,” ujarnya.

Ayu Marthini berharap ratusan sawah di Jatiluwih, semoga makin bertambah ke depannya diikuti kelestarian sistem subaknya. “UNESCO memberikan award kepada Desa Jatiluwih, karena itu (sistem subak-kebudayaan turun-temurun), heritage. Termasuk kita harus bangga dan konsisten menjaganya, karena kita menjadi desa terbaik di dunia,” demikian paparnya. PBN001