pilarbalinews.com

BTI Energy dan Electric Wheel Dorong PLTS di Bali, Solusi Hemat Tagihan Listrik

Ket Foto - Dok Pribadi: Startup BTI Energy dan Electric Wheel mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan lewat PLTS Atap.

Founder of BTI Energy dan Electric Wheel, IGN. Erlangga Bayu Rahmanda P., M.BA., menekankan startup berperan potensial dalam inovasi energi bersih di Bali. Selain edukasi Energi Baru Terbarukan (EBT), startup hadir untuk menghemat tagihan listrik dan menginspirasi energi bersih di Bali.

“PT Bintang Terbarukan Indonesia (BTI) Energy dan Electric Wheel, berdiri sejak Tahun 2020 merupakan perusahaan EPC atau Engineering Procurement and Construction, yang lebih ke perusahaan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dengan cakupan pasar di Jawa Timur, Bali, dan NTB. Selintas proyek kami bekerja sama dan tersebar di Pemerintah, BUMN, dan swasta dari tingkat rumah tangga hingga pabrik,” terangnya Erlangga dikonfirmasi, Rabu (10/12/2025) siang.

Di balik upaya pengembangan EBT di Bali, Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya pada September 2020, pernah mencatat ketersediaan energi listrik dengan kapasitas 1.261,2 Mega Watt (MW), di mana sumber energinya dari pembangkit lokal Bali dengan kapasitas 921,2 MW, yakni: pembangkit di Buleleng (PLTU Celukan Bawang, PLTU Pemaron), Jembrana (PLTU Gilimanuk), dan di Kota Denpasar (PLTG Pesanggaran). Termasuk dihimpun energi berkapasitas 340 MW dari sumber luar Bali, seperti kabel laut Paiton, Jawa Timur ke Gilimanuk.

Bahkan, pengalaman Bali di Tahun 2019 lalu, memasuki beban puncak Tahun 2019 mencapai sebesar 902 MW. Dinilai Bali belum mandiri energi. EBT tercatat di Tahun 2015 (0,27 persen), lalu targetnya meningkat 11,15 persen pada 2025. Porsi EBT oleh Pemerintah Bali diharapkan menjadi 20,10 persen di Tahun 2050.

“Mencermati kembali bahwa pembangkit energi lokal Bali, merupakan energi bersih atau ramah lingkungan. Sementara itu, yang disalurkan dari Paiton adalah energi yang tidak ramah lingkungan, penyebabnya memakai bahan bakar batu baru,” ucap Gubernur Koster, di Denpasar.

Menurut Erlangga Bayu, dari data dihimpun potensi EBT di Bali, di antaranya: PLTS Bara (25 MW); PLTMH Titab 1,27 MW; PLTMH PMR 1,4 MW; PLTS Bangli 1 MW; PLTS Batur 25 MW; PLTS Kubu 1 MW; PLTS Waduk Muara Tukad (100 KW); dan PLTS Hybrid Nusa Penida (3,5 MW) + BESS 1,8 MWh.

“Menariknya, potensi angin tersebar di pesisir Pulau Bali dan pesisir Pulau Nusa Penida. Termasuk potensi tenaga surya tersebar merata di Pulau Bali, dengan potensi terbesar di Kabupaten Badung. Potensi hidro di seluruh Pulau Bali, Potensi Biomass di Kabupaten Tabanan, dan potensi panas bumi berada di Kabupaten Buleleng, Tabanan, dan Bangli,” ujar Erlangga.

BACA JUGA  Serentak di Indonesia, Perum Bulog Launching Gerakan Pasar Murah Beras SPHP

“Kalau kita mau mengurangi emisi CO2 di Bali, ya perlu kita harus perbaiki energinya, di mana sebanyak 60% tenaga listrik di Indonesia dihasilkan lewat energi batubara. Jadi, bila kita ingin mengurangi penggunaan batubara, maka kita minimal mampu mengurangi emisi,” bebernya lagi.

Data PT PLN (Persero) UID Bali – Niaga dan Pelayanan Pelanggan, menunjukkan pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Bali mencapai total 532 pelanggan s.d April 2025 terdiri Non Net Metering 104 pelanggan (1.966.030 WP) dan Net Metering 428 pelanggan (6.950.690 WP).

“Jumlah pelanggan 532, persentase penggunaan publik 13 (2,59%), Sosial 9 (1,80%), Rumah tangga (267) 53,29%, Bisnis 203 (40,52%), Industri 3 (0,60%), Lingkungan Khusus 6 (1,20%). Sedangkan data atas kapasitas PLTS Atap (8,91 MwP) di antaranya, Publik 0,37 (4,49%), Sosial 0,34 (4,10%), Rumah Tangga 1,44 (17,43%), Bisnis 4,95 (60.03%), Industri 1,09 (13,21%), Lingkungan Khusus 0,06 (0,74%),” jelas Erlangga.

Ket Foto IST: Pemasangan PLTS dari BTI Energy dan Electric Wheel, dilakukan di wilayah Jatim, Bali, dan NTT.

 

BTI Energy sebagai penyedia layanan EPC, dengan fokus energi terbarukan PLTS Atap, membawa manfaat energi listrik yang ramah lingkungan dan memiliki manfaat jangka panjang di masyarakat.

“Tentunya memberikan penghematan lewat pemanfaatan PLTS. Kalau ada orang memasang PLTS, tentunya akan menghemat listrik, bayar listrik ke PLN jadi berkurang. Siang hari bisa memanfaatkan tenaga surya, sehingga listrik PLN dapat dihemat dan malamnya bisa disuplai PLN. Tergantung cuaca dan memasangnya PLTS-nya berapa banyak. Selain itu, banyak perusahaan yang membranding atau menjual sustainability atau eco, ini sekaligus memenuhi kebutuhan EBT,” terang Erlangga.

EBT dari BTI Energy melayani semua wilayah di Bali dan sekitarnya dalam mencegah krisis iklim. Salah satu daerah disorot di Bali adalah Pulau Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, yang berpotensi menjadi full EBT, dalam mengurangi emisi.

“Semuanya kami layani sampai ke luar Bali juga dilayani. Kalau seperti di Nusa Penida, kan daerah dengan listrik yang tidak terkoneksi dengan daratan, jadi listriknya terisolasi di Nusa Penida. Rata-rata listriknya menggunakan diesel atau mesin genset. Emisinya banyak dan harga listrik per kWh listrik cukup mahal, tentunya PLN di Nusa Penida merugi karena menghasilkan listrik dari genset lebih mahal daripada bisa menjual. Kalau paling cocok lebih didorong ke full EBT,” tegasnya.

BACA JUGA  Menuju Race Day OPPO Run 2025, Ribuan Peserta Padati Booth dan Promo Frantastis

Ke depannya, Erlangga bersama BTI Energy berupaya meningkatkan edukasi terhadap bahaya krisis iklim dan emisi CO2 ke generasi muda. “Cara kami mengedukasi seperti melalui program-program dari New Energy Nexus Indonesia, hingga ke kampus-kampus dan masyarakat. Sudah banyak yang tahu manfaat PLTS, tetapi belum keseluruhan fokus atau serius di bidang ini, apalagi dominan pekerjaan di Bali bergerak di industri pariwisata,” ucapnya.

Erlangga menilai meski di Bali dukungan pemerintah telah ditunjukkan melalui, Peraturan Gubernur Bali No.45/2019 tentang Bali Energi Bersih dan Peraturan Gubernur Bali No.48/2019 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, termasuk Perda Provinsi Bali Nomor 9 Tahun 2020 tentang Rencana Umum Energi Daerah Provinsi Bali Tahun 2020-2050, menuju Bali mandiri energi dengan energi bersih, sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

Meski mendorong semangat kebutuhan EBT, tetapi implementasi peraturan dalam pemanfaatan sinar matahari, angin, biomassa, panas bumi, biomassa, sampah di kota atau desa, biogas, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, hidrogren melimpah dan lainnya belum optimal dilakukan.

“Jadi banyak peraturan dari pemerintah yang mendukung EBT, tetapi belum banyak implementasinya di lapangan. Kami harapkan implementasinya lebih kuat, pemantauan di lapangan dan insentif membangun EBT di masyarakat,” demikian tandas Erlangga.

Pemanfaatan PLTS Atap di Pulau Menjangan
Salah satu pemanfaatan PLTS Atap, dilakukan di Pulau Menjangan, Buleleng, serupa kondisinya dengan Nusa Penida. Pulau Menjangan belum memperoleh aliran listrik daratan dari PLN. Sebaliknya, pemedek atau krama Bali, yang berkunjung untuk bersembahyang di sana memanfaatkan PLTS sebagai sarana listrik di malam hari.

Ket Foto – Dok Pribadi: Tampak pemanfaatan PLTS di area Pulau Menjangan, Buleleng.

 

Siang harinya energi listrik terkumpul dari panel surya dan baterai, lalu lampu menyala di malam hari. Listrik di Pulau Menjangan masih menjadi kebutuhan serius, seperti Pura Pingit Klenting Sari, Pura Taman Beji, Pagoda Agung Dewi Kwan Im, Kuil Restiti Santhi – Ratu Kanjeng Dewi Samudera, dan lainnya.

“Di sini kami manfaatkan lampu dari listrik PLTS, jadi dipakai panel surya setiap hari untuk mengumpulkan tenaga surya dan malamnya dipakai untuk menghidupkan lampu,” ucap Pemangku Pura Pingit Klenting Sari, Jero Wawe. PBN001