Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) menggelar Seminar Nasional Internal Audit (SNIA) di The Stones Hotel, Kuta, Badung, Kamis (4/12/2025).
Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA) mengadakan Seminar Nasional Internal Audit (SNIA), dengan tajuk: What’s Driving Change to Stay Ahead of The Curve for Internal Auditors in The Coming Years? atau Apa yang Mendorong Perubahan Agar Auditor Internal tetap Menjadi yang Terdepan di Tahun Mendatang? digelar pada tanggal 3-4 Desember 2025 di The Stones Hotel, Kuta, Badung.
YPIA hadir sebagai lembaga memberikan pelatihan internal audit, hadir selama tiga dekade menjadi pilar penguatan profesionalisme auditor internal Indonesia.
Kegiatan pelatihan internal audit diikuti perwakilan dari regulator, akademisi, auditor internal, BUMN/BUMD/BUMS dan sektor publik,telah membedah lanskap risiko dan tata kelola baru yang akan menentukan arah profesi audit internal di masa mendatang.
“Jadi internal audit lebih dari akuntan, ilmu dari mana saja boleh. Di sini kami memberikan pembekalan untuk memberikan penelitian, pengkajian, menganalisis, dan nanti hasilnya kepada pimpinan organisasi supaya berkeputusan tidak salah. Sehingga harus objektif, netral, dan harus berani,” ujar Ketua Umum YPIA, Setyanto P. Santosa, SE., MA., QIA.

Jelang memasuki Tahun 2026, profesi audit internal Indonesia berhadapan dengan pergeseran struktural yang sangat fundamental.
“Di mana yang paling menonjol adalag ekspansi QRIS ke pasar internasional. Ini menjadi kebanggaan Indonesia di kancah dunia. Pencapaiannya sampai tembus di Amerika, sampai Presiden AS Donald Trump minta itu dihapuskan, karena dengan QRIS kita sangat dimudahkan, itu menghemat biaya yang cukup besar. Di mana 1 s.d 1,5 % jika gunakan kartu kredit, itu (keuntungan) larinya ke Amerika ke VISA dan Master Card. QRIS hanya bayar 0,18% itu di Indonesia. Jadi mulai dihindarkan penggunaan kartu VISA atau Master Card, larinya ke QRIS yang bisa dipakai lewat GoPay, OVO, dan lainnya,” imbuh Setyanto.
Ia tidak memungkiri bukan hanya karena percepatan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), machine learning, digital payment expansion, dan disrupsi model bisnis, tetapi juga karena hadirnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang BUMN yang mulai berlaku pada 6 Oktober 2025.
Regulasi ini membawa perubahan besar pada governance architecture BUMN dan UU 16/2025 akan menandai era baru bagi tata kelola BUMN yang menuntut auditor internal untuk memiliki maturity level yang lebih tinggi, kecepatan adaptasi, serta kemampuan foresight dan insight untuk mendukung efektivitas tata kelola yang baik.
“AI sudah bisa dipakai anak kecil, bahkan bisa membantu mengerjakan tugas. Nah, semua keunggulan saat ini harus dikuasai auditor internal,” katanya.

Menurutnya pula, Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam mengukur dampak keberlanjutan dan etika sebuah perusahaan. Tidak saja berdasarkan keuntungan finansial, tetapi juga dampak lingkungan, hubungan sosial dengan para pemangku kepentingan, dan kualitas tata kelolanya.
“Perusahaan dapat melirik konsep Tri Hita Karana masyarakat Bali, dalam menjaga hubungan keindahan alam, hubungan manusia, dan hubungan Tuhan. Kalau ini dilanggar bisa karena salah kita juga, harus mampu membangkitkan social control agar masyarakat mampu mengerem situasi di sekitarnya yang merugikan orang lain atau masyarakat luas, supaya tidak ada saling menyalahkan ke depannya,” ucap Setyanto.
Menurutnya telah diidentifikasi bahwa di tingkat global, berdasarkan kajian konsultan PwC tentang Risk Roadmap 2026, dunia akan memasuki fase risk convergence, yaitu ketika risiko teknologi, geopolitik, iklim, ekonomi hijau, dan governance failures saling mempengaruhi dan memperkuat dampak satu sama lain.
Dalam hal ini Indonesia berada pada kategori ‘Accelerated Exposure with Transitional Readiness’, sebuah posisi yang mencerminkan tingginya peluang ekonomi, namun juga meningkatnya eksposur risiko yang membutuhkan penguatan tata kelola digital, cyber resilience, sustainability accountability, dan outcome-based governance di berbagai sektor.
Perubahan global dan nasional yang akan bersinggungan dengan beberapa dinamika kunci, yakni:
1. Ekspansi QRIS ke pasar internasional yang menuntut digital trust architecture yang
tangguh; 2. Kebutuhan penguatan AI governance dan mitigasi algorithmic bias; 3. Transformasi keberlanjutan melalui ESG dan green finance;
4. Tuntutan peningkatan kualitas kebijakan publik melalui policy impact auditing; 5. Reposisi BUMN pasca UU 16/2025 dan dinamika Danantara sebagai Sovereign Wealth Fund; 6. Kebutuhan mempersiapkan next-generation auditors dengan kompetensi foresight, agility, dan digital fluency Era disrupsi teknologi dan ketidakpastian global telah mengubah struktur risiko dan tata kelola organisasi.
Percepatan artificial intelligence (AI), integrasi pembayaran digital lintas negara, tekanan terhadap ESG compliance, dan fragmentasi geopolitik menghadirkan tantangan baru yang menuntut audit function yang lebih adaptif, prediktif, dan berbasis data.
Karena itu Internal auditor masa kini dan mendatang harus mampu: 1. Bergerak cepat menghubungkan informasi di seluruh ekosistem organisasi; 2. Mengantisipasi risiko baru dari AI, digital payment, dan sustainability transition; 3. Memberikan assurance tidak hanya terhadap proses, tetapi terhadap impact;
4. Memastikan keberlanjutan, integritas, dan ketahanan governance; 5. Berperan sebagai strategic dan trusted partner dalam pengambilan Keputusan Kami meyakini bahwa SNIA 2025 sebagai forum untuk mengakselerasi pemahaman bagi professional di bidang audit internal guna meningkatkan kapabilitas, memperluas peran strategis, dan memastikan governance yang adaptif dalam menghadapi horizon of risks yang bergerak cepat.
REKOMENDASI SNIA 2025
Berdasarkan materi, diskusi pelatihan internal audit yang mendalam, dan insights serta foresight yang berkembang selama SNIA 2025, kami merekomendasikan langkah strategis:
1. Memperkuat Tata Kelola AI & Akuntabilitas Algoritmik (AI Governance & Algorithmic Accountability) sebagai Pilar Tata Kelola Modern Auditor internal harus mengembangkan kapabilitas untuk menilai AI governance, termasuk algorithmic bias, data ethics, kualitas model, ketahanan sistem, serta risiko penyalahgunaan teknologi. Audit internal harus mampu memberikan prescriptive insights mengenai tata kelola teknologi agar inovasi tidak mengorbankan integritas organisasi.
2. Mengintegrasikan ESG Oversight dan Green Risk Assurance dalam Praktik Audit Internal Environmental, Social, and Governance (ESG) bukan lagi komponen tambahan, tetapi fondasi governance. Auditor harus memastikan keandalan data ESG, mengidentifikasi greenwashing, mengaudit investasi hijau, serta memastikan kesiapan organisasi menjalankan sustainability commitments yang kredibel dan berbasis risiko.
3. Meningkatkan Kapabilitas Auditing Policy Impact untuk Memperkuat Governance Sektor Publik Tata kelola publik membutuhkan evaluasi atas outcome, bukan hanya kepatuhan.
Auditor internal harus mengevaluasi efektivitas kebijakan, risiko implementasi, penggunaan sumber daya, dan dampak nyata program. Sebagai contoh, prinsip Perekonomian Nasional dalam Pasal 33 UUD 1945 yang tetap berlaku setelah Reformasi 1998 dan empat kali Amandemen UUD pada tahun 2002 menegaskan bahwa ‘bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.’ Kerangka konstitusional ini menuntut auditor internal untuk memastikan bahwa kebijakan publik dan pengelolaan sumber daya benar-benar menghasilkan manfaat optimal bagi masyarakat.
Pendekatan policy impact auditing menjadi kunci untuk memperkuat transparansi dan akuntabilitas fiskal dalam memastikan tujuan konstitusional tercapai.
4. Mengokohkan Digital Trust Architecture di Era Ekspansi QRIS Global dan Layanan Digital Nasional Berbagai capaian BSPI (Blue Print Sistem Pembayaran Indonesia) pada tahun 2025 seperti QRIS, BI-FAST, SNAP, dan elektronifikasi transaksi pemerintah telah memperluas akses keuangan dan mempercepat digitalisasi perbankan.
Faktanya, volume transaksi pembayaran digital terus tumbuh, mencapai 4,45 miliar transaksi atau tumbuh 31,20% (yoy) pada Oktober 2025. Transformasi pembayaran digital tersebut menuntut penguatan cyber resilience, data integrity, authentication models, dan cross-border governance. Auditor internal harus memastikan bahwa model transaksi digital nasional memenuhi standar keamanan internasional, memitigasi fraud, dan menjaga stabilitas sistem pembayaran.
5. Memperkuat Tata Kelola dan Risk Oversight BUMN Pasca Implementasi UU 16/2025 Perubahan lanskap tata kelola BUMN membutuhkan pengawasan yang lebih kuat dari internal audit. Auditor harus memastikan integrasi risk management antar entitas grup, efektivitas Komite Audit dan Dewan Komisaris, governance readiness pada model investasi Danantara, serta keseimbangan antara mandat publik dan persyaratan finansial.
6. Membangun Talent Pipeline Auditor Internal Masa Depan Berbasis Competency Pathway dan Sertifikasi Profesional Dengan mengacu pada IIA Global Internal Audit Competency Framework (2024), auditor internal perlu terus melakukan pengembangan kompetensi. Program pelatihan dan sertifikasi (QIA, QGIA, QHIA, PQIA dan CPIA) tidak hanya menjadi structured pathway untuk meningkatkan kapabilitas, tetapi pelatihan yang dilakukan untuk mendapat sertifikasi tersebut juga dapat menjadi ruang networking dan kolaborasi antar professional di bidang internal audit. Melalui interaksi dan pertukaran praktik terbaik dalam proses pembelajaran di kelas pelatihan sertifikasi diharapkan menjadi katalis penguatan kredibilitas, relevansi, dan daya saing auditor internal di seluruh sektor publik, swasta, BUMN, dan BUMD.
PENUTUP
Rangkaian pembahasan dalam SNIA 2025 termasuk diantaranya AI governance, ESG dan keberlanjutan, ketahanan siber, transformasi BUMN, serta akuntabilitas sektor publik menunjukkan bahwa tantangan tata kelola kini bersifat lintas-sektor dan saling terhubung.
Melalui SNIA 2025, diharapkan seluruh organisasi di sektor publik, swasta, BUMN dan BUMD dapat memperkuat integritas sistem pengawasan, membangun budaya risiko yang matang, serta memposisikan audit internal sebagai mitra strategis dalam mempercepat transformasi menuju tata kelola yang tangguh, adaptif, dan berkelanjutan. PBN001