pilarbalinews.com

Polemik Tanah di Serangan, Advokat Ipung Kecewa Kinerja BPN Kota Denpasar

Advokat Siti Sapurah, SH., alias Ipung melakukan audiensi ke Badan Pertahanan Nasional (BPN) Kota Denpasar, dalam menjelaskan terkait sebidang tanah yang berasal dari Pipil Nomor 105 Klass II Persil 15c, tanah seluas 0,995 Ha.

Diduga tanah seluas 0,995 Ha, yang diklaim Ipung sebagai tanah milik Daeng Abdul Kadir yang terletak di Banjar Dukuh/Abian Desa Serangan Kecamatan Denpasar Selatan. Diduga juga sempat dimohonkan untuk disertifikatkan oleh seseorang bernama Bapak I Nyoman Kemuantara, SE.

Sebagai acuannya Ipung menekankan terhadap: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor: 99/Pdt/1974 tertanggal 22 April 1975; Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor
238/P.T.D/1975/Pdt tertanggal 3 November 1975; Pipil Nomor: 105 Klass II Persil 15c seluas 0,995 Ha akta jual beli Nomor: 28/1957.

Selain itu, dilampirkan Akta Jual Beli Nomor: 28/1957 yang menjelaskan bahwa tanah seluas 0,995 Ha yang berdasarkan Pipil 105 Klass II Persil 15c adalah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli dari Sikin dengan harga Rp3.000 pada tanggal 17 Mei 1957.

Ipung melampirkan juga surat kuasanya kepada I Nyoman Kemuantara. Termasuk, kesepakatan antara Ipung kepada I Nyoman Kemuantara.

“Jadi sebelumnya ada kesepakatan saya dengan Pak Nyoman Kemuantara, terhadap sebidang tanah. Namun, semenjak 2 tahun mengajukan permohonan tidak selesai, diduga karena ada intervensi dari pihak lain. Melalui audiensi di BPN Kota Denpasar, akhirnya ketemu masalahnya, kenapa BPN Kota Denpasar tidak dapat melakukan pencetakan sertifikat terhadap Pak Kemuantara, karena ada surat dari desa adat (Jero Bendesa Adat Desa Serangan), ada pelepasan tanah dari Dinas Kehutanan kepada PT BTID, yang diduga diketahui desa adat. Namun, versi kami itu bukan tanah dinas kehutanan. Akhirnya kami bahwa dokumen bukti, peta fisik Tahun 1948, serta bukti jual beli tanah seluas 0,995 Ha,” ujar Ipung, usai audiensi di BPN Kota Denpasar, Rabu (28/5/2025).

BACA JUGA  Malam Takbir Idul Adha, Polda Bali Jaga Keamanan

Ia mengakui meski sudah audiensi, belum ada penyelesaian usai bertemu Kasi Penetapan Hak dan Pemdaftaran Utama BPN Kota Denpasar.

“Tidak berani melakukan pencetakan sertikat, diduga karena ada pengklaiman dari Desa Serangan bahwa tanah itu adalah bagia dari reklamasi PT BTID. Padahal tanah itu bukan laut. Sejatinya, tanah kami ada 0,995 Ha, tetapi persepsi dari BPN tanah kita hanya 94 are, sisanya adalah laut yang direklamasi,” katanya.

Ipung telah membawa bukti-bukti peta milik Desa Adat Serangan Tahun 1948, hingga akta jual beli.

“Kini saya minta BPN Kota Denpasar, untuk mengundang Desa Adat Serangan, PT BTID dan Dinas Kehutanan, agar masalah ini bisa diselesaikan,” katanya.

Sementara itu, Nyoman Kemuantara menegaskan mengetahui masalah tanah terkait sejak awal. Baginya, sangat lucu karena orang yang diduga mengklaim tanah terkait adalah Dinas Kehutanan, PT BTID, dan Desa Adat Serangan.

BACA JUGA  Laporkan Julian Petroulas di Polda Bali, Advokat Todung Nilai Dugaan Ancaman Keterlaluan Sudah Dialami Kliennya Richard Garcia

“Bahwa kami sudah melakukan pertemuan di lapangan pada Juli 2016.  Semua pihak, baik desa, kelurahan, Dinas Kehutanan dan PT BTID, mengetahui tanah itu bukan tanah kehutanan. Sebab, tanah kehutanan sebagai dasar penyerahan dari PT BTID ke Desa Adat Serangan. Namun, yang mempunyai legalitas itu tidak mengakui bahwa itu adalah tanah kehutanan,” ucap Kemuantara.

Pihaknya juga menekankan pada pertemuan 21 April 2022 di Warung Mina, bahwa PT BTID tidak memiliki kewenangan untuk membuat peta sendiri.

“Hal itu menjadi notulen di dalam rapat bersama BPN. Kami merasa di sini BPN kok seperti menelan ludah sendiri. Kan kami sangat sayangkan itu, kami dipersulit sekarang, padahal kami memiliki penguasaan tanah setempat selama 20 tahun. Selama ini juga belum pernah ada gugatan,” terangnya.

Menurut Kemuantara, dari PT BTID juga dalam pertemuan dengan BPN, mengakui bukan tanah kehutanan.

Kemuantara kedepannya berharap BPN bisa mengabulkan permohonan Kemuantara, yang mana sudah 20 tahun menetap di Pulau Serangan.

“Ini yang sangat disayangkan. Nah, sekarang usai mediasi dengan BPN Kota Denpasar, lalu seperti mundur ke belakang. Kami harus mempertemukan lagi pihak BPN, Kehutanan, Kelurahan, Desa Adat, hingga PT BTID. Tapi, kami siap saja, sebab kami punya dokumen. Mudah-mudahan tidak ada pihak terkait yang mengintervensi,” pungkasnya. PBN001