pilarbalinews.com

Pariwisata Berkualitas, Prof. Dasi Astawa Soroti Destinasi hingga Regulasi Pemerintah 

Narasumber Prof. Dr. Nengah Dasi Astawa, M.Si., membahas soal pariwisata Bali yang berkualitas harus didukung teknologi hingga regulasi ketat di Bali, Selasa (20/5/2025).

Prof. Dr. Nengah Dasi Astawa, M.Si., memahami apabila pariwisata menjadi jantung ekonomi masyarakat Bali. Keberadaan masyarakatnya yang heterogen, mencintai budaya dan seni Bali turun temurun.

“Maka perlu dipahami destinasi pariwisata, akomodasi pariwisata, infrastruktur dan regulasi. Variabel inilah saling berkaitan dengan pariwisata di Bali. Sebab, kalau ingin wujudkan pariwisata berkualitas, maka destinasi, akomodasi hingga infrastrukturnya harus berkualitas. Termasuk di dunia pariwisata, apapun yang dibuat, kalau tidak didukung regulasi juga tidak akan berkualitas,” ujarnya, Selasa (20/5/2025) lalu disela-sela diskusi pariwisata SMSI Badung, di Kantor Bupati Badung.

Diungkapkan Direktur Politeknik el Bajo Commodus, Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk Periode 2022/2026 ini bahwa, wisatawan datang ke Bali mencari rasa nyaman dan aman. Maka, stakeholder terkait harus bekerja keras dan turun mengatasi masalah kemacetan di Bali.

BACA JUGA  Kebakaran Gudang Pengasapan Daging Oz-Britts, 11 Mobil Damkar Turun Tangan

“Perlu diciptakan kondisi pariwisata yang aman dan nyaman. Contohnya, di Bali ngak akan macet kalau ada Polisi, Dinas Perhubungan, hingga Satpol PP yang berjaga. Ngak, ada parkir belum tentu macet, tambah jalan lagi belum tentu macet. Sebab, mental dan moral kita tidak bisa bertransportasi publik,” kata Prof. Dasi Astawa, kelahiran Jembrana, 9 Februari 1960, yang merupakan Pengamat Kebijakan Publik dan telah menerbitkan banyak buku ini.

Prof. Dasi Astawa yang juga Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VIII menekankan bahwa pariwisata Bali harus melek kecepatan teknologi.

BACA JUGA  Koster Komitmen Bali Mandiri Energi, PLTS Atap Ramah Lingkungan

“Pariwisata berkualitas juga harus didukung ketepatan dan kecepatan, karena sekarang eranya teknologi. Ngak, perlu lagi kita berbicara pariwisata berkelanjutan di Bali, cuman di-obok-obok sama orang Bali sendiri. Contohnya lagi, kita sering memberikan kelonggaran kepada orang luar, kita sering ‘belog ajum’. Kalau pariwisatanya mau berkelanjutan harus inklusif, kalau inklusif maka rakyat Bali yang menikmati. Sedangkan, kalau pariwisata Bali ini ekslusif umurnya pendek,” beber pria asal Banjar Badingkayu, Desa Pengeragoan, Jembrana itu. PBN001