Pameran internasional di Museum Pasifika kali ini bertajuk ‘Reflections Across Borders: Artistic Dialogues Between Indonesia and France’. Digelarnya pameran ini menjadi perayaan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan Prancis, sekaligus bagian penting rangkaian Pesta Kesenian Bali XLVII, Minggu (22/6/2025).
“Bertempatan juga dengan Pesta Kesenian Bali Ke XLVII 2025, juga menjalin hubungan Diplomatik antara negara Indonesia dan Perancis. Ini menjadi kesempatan untuk menggali kembali relasi budaya, bagaimana kita memandang Bali dari masa kolonial hingga sekarang,” ujar Marlowe Bandem selaku Kurator Pameran.
Menariknya, pameran di Museum Pasifika ini menampilkan lebih dari 40 karya seniman Bali dan Perancis.
Di antaranya karya dari seniman Bali, Made Wianta, I Wayan Sujana Suklu, dan I Ketut Budiana. Sedangkan, seniman Perancis, yaitu Titouan Lamazou, Joel Alessandra, dan Pascal Hierholtz (Paisi).
“Para seniman Bali, hadir terinspirasi oleh modernisme Prancis dan mengolahnya dalam bahasa visual dengan berpijak pada filosofi lokal. Karya-karya mereka menampilkan perpaduan antara abstraksi, simbolisme, dan spiritual Bali dengan pendekatan formal ala Perancis,” ucapnya.
Karya-karya dihadirkan menggali kembali jejak saling pengaruh, inspirasi lintas budaya, dan dialog estetika yang terjalin selama lebih dari satu abad.
Kehadiran seniman Perancis, memamerkan karya yang lahir lewat pengalaman langsung mereka di Bali. Diketahui, pameran ini dirancang menjadi perjalanan visual yang melampaui batas geografis dan ideologis. Pengunjung dapat merenungkan perjumpaan artistik di dunia yang semakin saling terhubung.
“Seniman Perancis, melakukan pendekatan yang penuh penghormatan, terinspirasi dengan menggali tema spiritualitas, ritual, lanskap budaya dan alam di Bali. Seniman Perancis, melukis, menggambar, dan karya abstrak yang menyerap suasana khas di Bali,” imbuh Marlowe Bandem.
Seniman Paisi, sangat mengenal dekat seniman di Bali, dia mencintai dunia melukis dan fasih berbahasa Indonesia. Paisi melukis lewat pengalamannya di Bali, ia melihat keseharian masyarakat, hingga aktivitas budaya yang berjalan setiap hari. “Semoga karya ditampilkan seniman Perancis, mampu memberikan inspirasi dan ide-ide baru untuk Bali yang kita cintai bersama ini,” harapnya.
Seniman Bali Wayan Sujana atau akrab disapa Suklu (Sujana dari Klungkung), mengungkapkan momentum di Museum Pasifika, sangat berkesan baginya. Ia berharap kolaborasi ke depannya dapat terjalin kembali, sehingga pelukis-pelukis Bali dan mancanegara saling berlanjut dan berpadu, baik dari segi perkembangan seni lukis dan isu-isu terkini. “Tidak hanya berhenti di pameran saat ini, tetapi kami harap bisa berkolaborasi dan berlanjut lagi ke depannya. Ini adalah momentum yang baik,” ucapnya.
Ditambahkan seniman asal Bali, I Ketut Budiana bahwa alat-alat lukisan di zaman dulu dan sekarang turut mempengaruhi segmentasi sekaligus pola seni lukis di Bali. Jika dahulu menggunakan kuas dari bambu sebagai metode lukisan, sekarang banyak kuas datang dari luar Bali, bahkan luar negeri.
“Tidak saja kuasnya, tetapi juga cat-nya yang digunakan. Kuas dan cat ini dapat mempengaruhi bentuk dan hasil karya seni pelukis, bentuk lukisannya sesuai visualisasi dan ide brilian. Namun begitu, seniman terus berkembang sesuai zamannya, termasuk pengalamannya melihat dunia lebih luas lalu menuangkannya ke dalam gambar untuk dilukis,” tuturnya.
Sementara itu, Prof. Made Bandem yang hadir bersama keluarga di pameran internasional Museum Pasifika, menuturkan supaya hubungan diplomatik Indonesia-Perancis Ke-75, berjalan baik ke depannya. “Banyak pementasan seperti Calonarang, yang menjadi inspirasi pengembangan teaterikal. Pameran lukisan ini tidak saja digelar di Museum Pasifika, tetapi juga di Art Center Denpasar,” tegasnya. PBN001
Ket Foto:
Pembukaan pameran Internasional Museum Pasifika, hadirkan 40 karya lukisan, dari 3 pelukis asal Bali dan 3 pelukis asal Perancis, Minggu (23/6/2025).