Desa Jatiluwih akan kembali menjadi sorotan dunia lewat Jatiluwih Festival Ke-VI, pada 19-20 Juli 2025 pekan ini.
Jatiluwih Festival Ke-VI, menjadi momentum terhadap perayaan budaya yang hidup dari tanah, air, dan semangat masyarakatnya.
Setelah diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia (2012) dan mendapat predikat Desa Terbaik Dunia dari UN Tourism (2024), Jatiluwih tidak hanya menjaga tradisi, tetapi Jatiluwih konsisten untuk merintis masa depannya.
Maka itu, melalui Jatiluwih Festival Ke-VI akan mengangkat nilai-nilai dari subak, sistem irigasi komunal yang menjadi simbol harmoni ekologis Bali.
Menurut John Ketut Purna, Kepala Pengelola DTW Jatiluwih bahwa subak tidak hanya mengairi sawah, tetapi juga menyuburkan filosofi hidup Tri Hita Karana, keseimbangan manusia, alam, dan spiritualitas yang menjadi dasar pembangunan berkelanjutan.
“Pengunjung akan disambut oleh tarian maskot Desa Jatiluwih, pertunjukan seni kontemporer, serta Launching Carnival Jatiluwih Dewi Sri dan Jatayu, beserta lokakarya budaya seperti membuat jajanan laklak, kopi sangrai, dan lelakut jerami. Lebih dari tontonan, festival ini menjadi ruang interaksi budaya yang mendalam dan mengedukasi masyarakat,” ungkap John, Rabu (16/6/2025).
John menuturkan, salah satu yang penting adalahbUMKM lokal turut ambil bagian dengan menyuguhkan kuliner khas dan produk kerajinan.
Lewat kesempatan dituangkan pada Jatiluwih Festival, beragam budaya menjadi daya hidup ekonomi, tradisi menjadi peluang, dan desa menjadi pusat inovasi berkelanjutan.
“Melalui target lebih dari 4.000 pengunjung dari berbagai negara setiap hari, Jatiluwih Festival Ke-VI menunjukkan bahwa Bali yang lestari dan mendunia bukan sekadar impian. Kami ingin membangun harapan dari akar kami sendiri,” imbuh John.
Jatiluwih Festival Ke-VI digelar bukan hanya ajakan untuk datang, tetapi seruan untuk ikut menjaga alam dan budaya Bali.
“Sebab, masa depan Bali dimulai dari desa-desa yang setia merawat nilai dan kelestarian alamnya,” harapnya. PBN001