Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) Denpasar bekerja sama dengan IESR, mengadakan pelatihan dan beasiswa peliputan media dalam rangka mewujudkan Bali Emisi Nol Bersih 2045, di City of Aventus Hotel, Denpasar, Rabu (30/4/2025).
Para jurnalis dari media cetak dan online, diharapkan mendapatkan pengetahuan baru tentang perkembangan serta pemanfaatan energi secara bijaksana, ke depannya akan berpengaruh positif terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat.
“Melalui pelatihan ini diharapkan mampu membekali jurnalis di setiap media, sehingga dapat dilihat tulisannya dan diambil sisi positifnya oleh masyarakat luas. Memberi edukasi ke masyarakat dalam memberikan pandangannya terhadap energi dan lingkungan,” ujar Cha-cha dari IESR Bali.
Pelatihan diadakan dalam beberapa series, atau hingga akhir Tahun 2025. Peserta tidak hanya mengikuti pelatihan tentang energi di Denpasar, tetapi akan berkunjung ke beberapa Kabupaten di Bali.
Diketahui topik menarik dibahas adalah penggunaan energi listrik hingga energi baru terbarukan. Selain itu, penggunaan PLTS saat ini dilihat secara kebutuhan masing-masing di rumah. Bukan berarti penggunaan untuk seluruhnya.
“Sudah banyak perusahaan PLTS yang menyediakan skema pilihan produknya,” tegas Cha-cha.
Narasumber Alvin, mengungkapkan apabila energi fosil di Bali maupun seluruh wilayah Indonesia, masih dominan digunakan. Akan tetapi, dalam mengurangi penggunaan energi berbahan bakar fosil, PLTS Atap dapat digunakan sebagai alternatif.
“Penggunaan energi fosil masih banyak digunakan di Bali. Saya ingin mencoba memberikan alternatif, yakni lewat PLTS Atap, di mana dapat dipasang untuk mengurangi beban biaya PLN. Survei yang pernah kami lakukan, mereka yang memakai PLTS Atap, karena beberapa faktor, baik karena lingkungan, ramah lingkungan, estetika, hingga harga,” katanya.
Selain memanfaatkan PLTS, terdapat alternatif menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB), Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTBm).
“Di lapangan memang perlu adanya keterlibatan masyarakat, apalagi jika terjadi perintangan (penolakan pembangkit listrik-red) secara tersentralisasi. Karena itu, sejak awal masyarakat supaya dapat dilibatkan dari perencanaan. Guna tujuan Energi Baru Terbarukan dapat diwujudkan,” imbuh Alvin.
Sementara itu, narasumber ketiga adalah Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma dengan tema pembahasan ‘Tantangan dan Potensi Energi Baru Terbarukan dalam Mendukung Net Zero Emission’.
Meski menurutnya di Indonesia banyak sumber daya nikel, kebutuhan baterai belum bisa maksimal dibuat. “Regulasi dan kebijakan di sini masih berpengaruh, termasuk kemampuan dan teknologinya. Kalau di India, berbasis termal bisa untuk menyerap dan menghasilkan energi panas dari (penggorengan) lalu menggerakan turbin atau generator,” katanya.
Menurut Prof. Wijaya Kusuma, yang pernah menolak adanya PLTB di Bedugul, Tabanan, ini mengakui kebutuhan listrik di Bali sudah mencapai 100 persen. Ia ungkapkan kembali, listrik PLN di Bali sudah sangat menjangkau kebutuhan masyarakat, bahkan untuk listrik-listrik di pedesaan.
“PLTB Bedugul disebut dapat menghasilkan hingga 100 Megawatt, ternyata setelah saya cek sendiri ke atas Bedugul, dengan membawa berbagai alat-alat, perkiraan tenaga dihasilkan sekitar 4 Megawatt. Artinya, proyek ini tidak dapat dilakukan dan kasihan pengusahanya akan balik modalnya lama,” tuturnya.