Transisi energi fosil menuju energi terbarukan terus dicanangkan pemerintah, salah satunya melalui Bali Net Zero Emission (NZE) 2045 menuju Indonesia Emas.
Pemprov Bali telah mendeklarasikan NZE sejak Tahun 2023, lalu melakukan penyusunan dan strategi dalam mengejar target menuju NZE 2045 dan mewujudkan Nusa Penida dengan 100 persen energi baru terbarukan di Tahun 2030.
Seperti diungkapkan Nyoman Satya Kumara dari Center for Community Based Renewable Energy (CORE), sebuah pusat studi di Universitas Udayana yang fokus pada energi terbarukan berbasis komunitas. Ia menilai transisi energi baru terbarukan di Bali sangat penting dicapai dalam memajukan energi masyarakat, menuju kehidupan lebih baik. Misalnya, memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Hasil analisis Institute for Essential Services Reform (IESR) dan CORE Udayana, potensi energi terbarukan di Nusa Penida mencapai lebih dari 3.219 MW yang terdiri dari 3.200 MW PLTS ground-mounted, 11 MW PLTS atap, 8 MW biomassa. Hal ini belum termasuk potensi energi dari angin, arus laut, dan biodiesel.
Mengatasi sifat variable renewable energy yang tersedia diwaktu tertentu dan dipengaruhi kondisi cuaca, di mana Nusa Penida mempunyai potensi penyimpanan daya hidro terpompa atau Pumped Hydro Energy Storage (PHES) hingga 22,7 MW. Analisis terkait turut memasukan kebutuhan sistem penyimpanan energi ke dalam bentuk baterai atau Battery Energy Storage System (BESS).
“Pelatihan terhadap pemanfaatan PLTS menjadi upaya penting kepada masyarakat. Termasuk konversi kendaraan konvensional ke listrik. Tidak saja soal ekonominya, kami juga mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) agar energi baru terbarukan dapat digunakan berkelanjutan ke depannya,” ucap Satya, Sabtu (11/10/2025).
Senada diutarakan oleh Marlistya Citraningrum selaku Program Manager Akses Energi Berkelanjutan IESR bahwa penelitian di lapangan sangat diperlukan dalam mendukung Bali Emisi Nol Bersih Tahun 2045, di mana dengan riset lapangan di Nusa Penida, Klungkung sebagai objek lokasi PLTS.
“Tentu saja perlu diidentifikasi, perencanaan, proyek yang jelas untuk didanai guna mengedepankan energi baru terbarukan. Tidak terkecuali perlu komitmen bersama pemerintah dan investor,” kata Marlistya.
Ke depannya masih perlu dilakukan penyusunan peta jalan Bali NZE 2045, sejauh ini IESR telah melakukan analisis Nusa Penida 100% energi terbarukan 2030, yakni membuat pola Nusa Penida menjadi pulau dengan basis energi baru terbarukan dan mandiri.
Analis Energi Baru Terbarukan, Alvin Putra menuturkan dengan melakukan penemuan energi baru terbarukan dan potensi energi surya di Nusa Penida, sangat potensi diberdayakan menjadi proyek sekaligus investasi masa depan.
Uji coba terhadap pemanfaatan PLTS sebagai pengganti listrik diesel, akan terus dilakukan selama 5 tahun ke depan di Nusa Penida. Jika mampu menerapkan PLTS, ini menjadi berkah terhadap masyarakat karena listrik tidak lagi berasal dari bahan bakar fosil.
“Tercatat Biodiesel (18kL/hari dari 232Ha); Energi surya (3,2GW Skala Utilitsas – 11MW PLTS Atap); Biomassa (86 ribu ton/tahun biomassa gamal dari 8 ribu Ha); Seawater PHES (22,7 MW dengan durasi 4-6 jam); Angin (Kecepatan angin sekitar 4 m/s; hingga Gelombang atau arus laut (Arus 0,5-3,2 m/s dengan produksi 200-400 kW, dan potensi energi lainnya,” terang Alvin.
Menurut Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa bahwa dengan karakter masyarakat Bali yang mencintai alam, pengembangan PLTS akan mampu diterapkan maksimal. Maka itu, masyarakat Bali ia rasakan mampu mendorong Bali NZE.
“Kajian kami di lapangan bahwa Bali mampu memenuhi energinya lewat energi bersih terbarukan. Melalui Bali NZE 2045, kami telah bertemu dengan pihak berwenang seperti; Pemprov Bali, Bappeda, PLN, dan lainnya. Listrik di Bali menuju energi baru terbaruka melalui potensi di Nusa Penida. Kami berharap wilayah Nusa Penida dapat memenuhi kebutuhan pasokan listrik di wilayah Bali,” katanya.
PLTS memanfaatkan lahan tersedia di lingkungan sekitar, namun Fabby menilai dengan kondisi lahan di Bali yang sekarang sangat mahal. Maka alternatifnya, lahan di Nusa Penida menjadi pilihannya.
“Studi IESR untuk Nusa Penida, jika pembangkit energi terbarukan ditingkatkan maka biaya produksi tenaga listrik lebih murah dibandingkan menggunakan pembangkit listrik diesel. Konsumsi bahan bakar saat ini saja untuk Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) biaya produksi listriknya bisa mencapai Rp 4,5 ribu/kWh. Dengan 100 persen energi terbarukan, maka biaya produksi listriknya bisa turun 30-40 persen,” ucapnya.
Fabby menekankan dengan ditemukan energi baru terbarukan, proyek PLTS ke depan sekaligus dapat membuka lapangan kerja baru dan memajukan masyarakat di Nusa Penida. Situasi ini sebagai peluang yang perlu dipertimbangkan pemerintah, di tengah sulitnya peluang kerja kekinian.
“Investor untuk mendukung energi baru terbarukan ini masih kami kumpulkan. Tidak saja energi baru terbarukan, tapi juga membuka destinasi baru terhadap pariwista Bali,” tuturnya.
Melalui kajian awal Nusa Penida dengan 100 persen energi terbarukan pada 2030 merupakan langkah awal menguji konsep dan perencanaan sistem ketenagalistrikan untuk mewujudkan Nusa Penida 100% energi terbarukan 2030.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster yang berhasil menjabat untuk periode kedua, kali ini berpasangan dengan Wakil Gubernur Bali Nyoman Giri Prasta. Koster-Giri berkomitmen memajukan Bali, lewat visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana Menuju Bali Era Baru.
Salah satu disinggung adalah pemanfaatan kabel bawah laut untuk suplai energi listrik di Bali. Koster menilai kabel bawah laut, sangat berpotensi dikembangkan di Bali. Namun, Koster ingin mengedepankan energi baru terbarukan untuk listrik Bali di masa depan.
“Kalau Bali makin banyak disuplai dari luar, kabel-kabel bawah laut, gampang sekali membangunnya. Maka itu, saya tidak mau ada tambahan 500 Mega Watt. Biar kalau mau dibangun pembangkitnya di Bali. Selain itu, pembangkitnya harus berbahan energi baru terbarukan, gak boleh fosil, yang disuplai ini kan bahan bakarnya batubara,” kata Koster belum lama ini.
Sementara saat ini Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Bali, dikatakan Koster akan dilakukan revitalisasi kembali. “PLTS Atap, memang Bali itu dijadikan percontohan oleh PLN. Itu akan dipasangi sendiri, kita ga keluarkan biaya. Ada target tahunan, tahun ini sekitar 100 MW, baik itu di kantor, sekolah, hotel, mall, rumah sakit. Tidak diwajibkan, tapi diminta, sebab Perda-nya belum ada,” pungkasnya. PBN001