Pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Bale Kertha Adhyaksa, akan dipercepat Pemerintah Provinsi Bali bersama Kejaksaan Tinggi Bali dan DPRD Bali.
Raperda Bale Kertha Adhyaksa, merupakan bentuk penguatan terhadap sistem hukum adat berbasis kearifan lokal di tingkat desa adat.
Gubernur Bali Wayan Koster dan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali (Kajati Bali) Ketut Sumedana, memimpin langsung langkah strategis dimaksud.
Kedua pemimpin terkait menegaskan, Raperda Bale Kertha Adhyaksa ini merupakan instrumen penting untuk menyelesaikan persoalan hukum masyarakat adat secara musyawarah, mengurangi beban pengadilan, serta mencegah konflik sosial berkepanjangan.
“Bale Kertha Adhyaksa akan menjadi ruang penyelesaian hukum adat yang mengedepankan mediasi, nilai-nilai lokal, dan keharmonisan sosial. Ini sangat penting dan nyata manfaatnya bagi masyarakat adat Bali,” beber Gubernur Koster dalam pertemuan di Gedung Kertha Sabha, Denpasar, Senin (4/8/2025).
Ketut Sumedana selaku inisiator konsep ini, mengungkapkan draf Raperda telah diselesaikan dan akan dibahas bersama DPRD Bali dalam waktu maksimal tiga minggu.
“Kami sudah siapkan draf lengkapnya. Ini adalah warisan hukum berbasis adat yang siap menjadi role model nasional. Fungsinya bukan hanya mediasi, tapi juga edukasi dan penguatan sistem hukum adat,” ucap Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI.
Ketua DPRD Bali Dewa Nyoman Mahayadnya alias Dewa Jack turut menyatakan komitmennya untuk mendukung percepatan pembahasan Raperda Bale Adhyaksa. Dukungan juga datang dari Kanwil Hukum Provinsi Bali yang menilai Raperda ini sangat strategis dalam menyambut penerapan UU No. 1 Tahun 2023 tentang KUHAP, yang mulai berlaku pada 1 Januari 2026 dan mengakui eksistensi hukum adat secara nasional.
Jika Raperda disahkan sesuai jadwal, maka Bali akan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang memiliki sistem formal hukum adat berbasis Perda sekaligus siap menjadi percontohan nasional dalam pelaksanaan KUHAP yang baru.
Untuk diketahui, Bale Kertha Adhyaksa telah diterapkan sebagai pilot project di seluruh kabupaten/kota di Bali dan mendapatkan respon positif dari desa adat, krama Bali serta aparat penegak hukum. Lembaga ini menangani sengketa adat non-pidana berat, seperti persoalan tanah, waris, pernikahan adat, dan konflik sosial ringan.
Dukungan dari jaksa, pengacara, desa adat, dan penyuluh hukum, sistem ini diyakini mampu menghadirkan penyelesaian yang adil, efisien, dan sesuai dengan nilai-nilai lokal desa adat dan tradisi Bali.
“Bali sudah lebih dulu membuktikan bahwa penyelesaian berbasis kearifan lokal jauh lebih efektif. Kini saatnya menguatkan dasar hukumnya,” tambah Ketut Sumedana.
Melalui pembahasan Raperda ini dan akan selesai dalam waktu dekat, Provinsi Bali akan menjadi pelopor membangun jembatan antara hukum nasional dan kearifan lokal secara berkeadilan sekaligus berkelanjutan. PBN001
Ket Foto: Gubernur Bali Wayan Koster dan Kajati Bali Ketut Sumedana, dorong perampungan Raperda Bale Kertha Adhyaksa.