pilarbalinews.com

Olah Sampah Plastik Bernilai Cuan, TPS3R Desa Adat Seminyak Komitmen Majukan Pariwisata Bali

Ket Foto: Suasana pekerja pemilah sampah plastik di TPS3R Seminyak, Badung, Sabtu (27/7/2025).

Hiruk piruk pariwisata di Desa Adat Seminyak, Badung, menyiratkan pesan edukasi sosial dan character building mengenai pengelolaan sampah. Ini diungkapkan sosok Komang Ruditha Hartawan warga asli Desa Adat Seminyak, yang menginisiasi terbentuknya Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R).

Keprihatinannya atas tumpukan sampah rumah tangga dan botol plastik bekas air minuman dalam kemasan, awalnya menjadi pemandangan sehari-hari di Desa Adat Seminyak. Ruditha sapaan akrabnya, merasa ada panggilan hati karena terpincut ramainya pariwisata di desa tetangganya, Kuta dan Legian.

“Di sinilah awalnya saya mencoba merancang TPS3R di Desa Adat Seminyak ini, karena kami berada di kawasan pariwisata, tentu kebersihan dan kenyamanan wisatawan selama di Seminyak menjadi acuannya. Tamu ngak akan mau melancong ke sini, kalau tempatnya kotor. Kami lalu bangun dari tempat kecil, sempat juga berpindah-pindah, ke Balai Banjar, hingga kami bisa mewujudkan TPS3R yang awalnya ada di atas tanah Pemprov Bali,” tuturnya, ditemui di TPS3R Desa Adat Seminyak berada di Jalan Beji Ayu No.10 Seminyak Kec. Kuta, Badung, Sabtu (26/7/2025).

Ruditha menilai dibangunnya TPS3R Desa Adat Seminyak seluas 17,5 Are dibangun sejak tahun 2003 silam, yang berperan penting dalam mengurangi sampah plastik.

Tidak saja warga Desa Adat Seminyak (478 rumah tangga), tetapi pemilik usaha hotel-hotel, villa, artshop, dan warung (874) di sekitarnya mendapatkan manfaatnya. Utamanya sampah di momentum high season, di mana tamu-tamu ramai datang berlibur.

“Sampah plastik botol hasil pengumpulan 20 hari, lalu diolah dan dipress menggunakan alat press khusus, lalu dijual ke pabrik di Bekasi, minimal sekali pengiriman 10 ton. Omzet dicapai cukup tinggi, sehingga bisa bayar karyawan gaji UMK. Kalau sampah Residu tetap dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung. Saya menilai kalau ngak ada TPA Suwung, Bali bisa bangkrut nanti, mau ke mana kita buang sampah residunya,” ucapnya.

Pengalaman Ruditha, di TPS3R Desa Adat Seminyak, pengelolaan sampah organiknya 40 persen dan anorganik 60 persen. Guna menunjang aktivitas pengumpulan sampah di lapangan, ia dibantu 50 tenaga kerja dengan armada truk dan peralatan sampah disiagakan mencapai 28 unit.

“Sampah diterima diolah lagi, jenis sampah organik dan anorganiknya. Tidak hanya memilah sampah, ada dicacah dibuat kompos atau mencetak balok dari sampah plastik yang dilelehkan. Pembuatan balok sekarang masih skala kecil,” katanya.

Salah satu pekerja di TPS3R Desa Adat Seminyak, Damianus Lende mengakui sudah dua tahun bekerja menjadi pemilah sampah botol plastik. Kesulitan mencari kerja di tanah kelahiranya di Sumbawa menjadi alasan kuat merantau ke Bali. Ia dan beberapa temannya termotivasi bekerja, sehingga mampu hidup mandiri dan membantu keluarga.

“Sekarang sudah dua tahunan kerja di sini, diberi gaji dan tempat tinggal. Kami olah botol-botol plastik air minum kemasan sesuai kriterianya, nanti akan dipress dan dikumpulkan jadi satu untuk dijual lagi,” kata pemuda kelahiran 2001 ini.

BACA JUGA  Hunian 'Wellness' di Bali, OXO The Pavilions Jadi Project Industri Lifestyle Real Estate

PERGUB BALI SOAL SAMPAH
Selama dua periode Gubernur Bali Wayan Koster memimpin, sangat konsen dengan kebersihan alam Bali dan penguatan budaya. Koster asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng, ini sejak awal ingin alam Bali tetap bersih sejalan dengan visi program pembangunan Bali, Nangun Sat Kerthi Loka Bali (menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali dan segala isinya).

“Saya akan jalankan penggunaan tumbler secara masif hingga di tingkat desa sampai ke desa adat. Supaya betul-betul dikendalikan penggunaan produk berbahan plastik,” ujar Koster, Senin (10/3/2025) lalu.

Regulasi timbulan sampah di Bali meliputi Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2025. Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 Melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai, sedotan plastik, dan polistirena plastik (styrofoam).

“Periode kedua ini tyang tancap gass. Dalam ruangan di depan meja kita, tidak boleh pakai produk kemasan plastik sekali pakai. Harus dilarang memproduksi seperti itu lagi (kemasan plastik sekali pakai). Kita semua harus cinta jagad Bali,” kata Koster.

Koster menerbitkan pula Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 yang secara tegas mengatur tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Provinsi Bali. Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2025, terkait larangan penggunaan plastik sekali pakai di Bali. Termasuk SE Gubernur Bali Nomor 09 Tahun 2015 tentang Gerakan Bali Resik Sampah Plastik.

Menurut Komang Ruditha selaku Ketua TPS3R Desa Adat Seminyak, tidak menampik aturan dari Pemprov Bali dan menilai peraturan dibuat bertujuan untuk mewujudkan Bali yang bersih, hijau, dan indah.

“Bulan ini memang belum terlihat (pengaruh botol plastik), mungkin bulan depan baru terlihat. Sekarang sebenarnya kita yang salah, karena membuang botol-botol plastik sembarangan, jadi perilaku kita semua harus diperbaiki. Bagi saya, mengelola sampah di negara lain sama saja. Hal paling susah adalah mengubah pola pikir masyarakat supaya memanfaatkan sampah menjadi lebih baik,” terangnya.

Melalui kerja sama pemerintah, desa adat, dan masyarakat, diharapkan residu sampah mampu untuk dikelola. Di TPS3R Desa Adat Seminyak, umumnya sehari mengirim 6 – 7 truk dengan berat masing-masing 2 ton berisikan residu sampah.

“Saat ini yang paling sulit diolah adalah residu, karena sampah ini tidak dapat didaur ulang. Sehingga kami masih membuang residu ke TPA Suwung. Saya menilai di TPA Suwung harus dibuatkan pabrik sampah untuk mengolah residu,” ucap Ruditha.

Nyoman Mardika selaku Direktur Yayasan Bintang Gana, menilai dengan diterbitkan Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai dan Pergub Bali Nomor 47 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di Provinsi Bali, diharapkan tidak berhenti dibatas regulasi semata.

“Regulasi tidak saja untuk himbauan saja, tetapi harus dilakukan implementasi. Misalnya, bagaimana agar ada mesin Incinerator sampah dan dapat digunakan di masing-masing desa, minimal mampu mengurangi residu sampah,” ungkapnya.

BACA JUGA  AJI Denpasar dan IESR Bahas Bali Emisi Nol Bersih 2045

Senada diutarakan oleh Dr. Ir. Ni Made Armadi, SP., M.Si., selaku Kepala UPTD Pengelolaan Sampah DKLH Provinsi Bali, bahwa gerakan terhadap kepedulian dan penanggulangan sampah telah masif dilakukan. Bali sangat konsen atas masalah residu sampah, termasuk sampah plastik. Bahkan, Pemprov Bali lewat visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana dalam Bali Era Baru, terus mengajak desa adat untuk bersama turun ke lapangan.

“Banyak peraturan sampai perarem, kenapa sih ada persoalan sampah? Jelas ini masalah edukasi dan perilaku kita sendiri terhadap sampah. Bagaimana kita saling bahu membahu dan bergandengan tangan menangani sampah. Sekarang saja total terkumpul 3.436 Ton sampah di Bali per hari, paling banyak dari Kota Denpasar (1005 ton/hari), Gianyar (572 ton/hari), Badung (547 ton/hari), Buleleng (413 ton/hari), Karangasem (281 ton/hari), Tabanan (237 ton/hari), Jembrana (165 ton/hari), Bangli (114 ton/hari) dan Klungkung (112 ton/hari). Banyak aktivitas penduduk ekonomi, ini sebabkan volume sampah terus meningkat,” terangnya.

Made Armadi menekankan Gerakan Bali Bersih Sampah hingga Tata Kelola Sampah Berbasis Sumber, pembatasan sampah plastik, pembangunan teba modern, dan lainnya diupayakan pemerintah.

“Semua instansi telah digerakan untuk mengurangi sampah berbasis sumber. Kami terus memantau perkembangan diakar rumput. Sampah yang kita hasilkan sendiri di masyarakat, kita yang harus mengelola secara bijaksana,” katanya.

Pandangan Ni Wayan Riawati dari Yayasan Bali Wastu sebagai Pegiat Bank Sampah, mengatakan ia rutin membantu jika ada desa-desa adat yang memerlukan pemahaman dan masalah daur ulang sampah plastik. “Kalau ada desa adat yang memerlukan bantuan tata kelola sampah plastik, kami bantu agar sampahnya menjadi bahan baku daur ulang. Sosialisasi dan edukasi yang diberikan ke masyarakat terkait masalah sampah harus berkali-kali dan diikuti aksi nyata. Pengelola Bank Sampah sangat nyata memilah-milah sampah organik dan anorganik,” katanya.

Akademisi Dr. Drs. Nyoman Subanda, M.Si., selaku Dekan FISIP Undiknas memberikan pandangannya bahwa edukasi tidak hanya dalam tataran menerbitkan aturan di tingkat pemerintah-desa adat, tetapi harus diikuti pembentukan character building.

“Kita tidak bisa melihat salah dan benarnya kebijakan, sehingga semua masyarakat harus dapat berpartisipasi. Maka itu, sampah tidak bisa melibatkan peranan pemerintah saja, semua pihak bermitra dengan pemerintah. Baik masyarakat, pengusaha, desa adat, subak, dan lainnya. Hanya jika berkaca dengan negara maju, kita lihat pemerintahnya tegas, aturannya, sangsi, dan SOP-nya jelas. Maka itulah, edukasi tidak semata aturannya saja, tetapi juga edukasi perilaku ke masyarakat dalam penanganan sampah,” tandasnya.

Serangkaian diskusi dan tinjauan lapangan ke TPS3R Desa Adat Seminyak, mendorong masyarakat Bali untuk penuh kesadaran dan pro aktif memilah-milah sampah, serta membuang sampah pada tempatnya. Edukasi tetap penting, melainkan harus diikuti praktik-praktik nyata dan ketegasan pemerintah di dalam sendi kehidupan masyarakatnya. PBN001