Yayasan Puri Kauhan Ubud mengadakan konferensi pers Festival Sastra Saraswati Sewana 2025, bertema Brāhmaśara Bhawana Mukti, Teknologi untuk Kemajuan Peradaban, Jumat (27/6/2025) di Puri Kauhan Ubud, Jalan Raya Ubud No. 35, Ubud, Gianyar.
AAGN Ari Dwipayana selaku Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud mengatakan bahwa tidak dipungkiri terjadi perubahan hidup masyarakat di tengah-tengah perkembangan AI atau teknologi 4.0.
Di era kekinian diharapkan masyarakat mampu memanfaatkan teknologi berkembang secara bijaksana.
Sebab, pemanfaatan AI atau teknologi 4.0, harus memiliki kode etik, yang mana boleh dan tidak boleh digunakan. Ari Dwipayana pun berpandangan jika tidak diatur, maka akan berdampak kebablasan terhadap masyarakat.
“Orang melihat era sekarang disrupsi, kita hidup di era digital 4.0, bagaimana teknologi hingga AI mengubah hidup dan cara kerja kita, termasuk cara kita berinteraksi. Ini tidak saja terjadi di Bali, tetapi secara global,” ujar Ari Dwipayana, saat pembukaan Konferensi Pers.
Apa dampak terhadap Bali, strategi kebudayaan dirancang, pegangan individu sebagai orang Bali, termasuk bagaimana budaya Bali mampu bertahan, beradaptasi, bahkan berkembang di tengah kemajuan teknologi?
Ari Dwipayana menekankan semua akan dibedah di dalam Festival Sastra Saraswati Sewana 2025, yang tahun ini memasuki tahun penyelenggaraan kelima dan digagas Yayasan Puri Kauhan Ubud. Tema Brāhmaśara Bhawana Mukti, ini juga merespons lompatan mutakhir dalam sains dan teknologi yang telah mengubah, bahkan mendisrupsi cara hidup, cara bekerja, berkomunikasi, dan berinteraksi. Revolusi teknologi 4.0 telah memicu perubahan signifikan dalam lanskap sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat global.
“Sekarang teknologi juga dapat dimanfaatkan Sulinggih, untuk menyebarkan dharma. Namun, itu semua ada dampak positif dan negatifnya lagi,” katanya.
Yayasan Puri Kauhan Ubud, dalam momentum ini mempertemukan para wiku/sulinggih dalam memberikan tuntunan terhadap persoalan teknologi dan AI.
“Festival Sastra Saraswati Sewana 2025, kami awali dengan Dharma Panuntun, untuk memberi tuntunan berdasarkan sastra agama. Di antaranya: Ida Pedanda Gede Purwa Dwija Singarsa, Ida Pedanda Gede Swabawa Karang Adnyana, Ida Pedanda Gede Nyoman Putra Talikup. Acara ini dimoderatori oleh Ida Bagus Oka Manobhawa,” tegasnya.
Festival utama akan digelar pada 10-14 Juli 2025 di Taman Sanggingan Ubud, dan akan dibuka pada 10 Juli 2025 dengan rencananya dibuka Bapak Fadli Zon selaku Menteri Kebudayaan RI, yang saat ini masih dalam konfirmasi.
Festival ini turut menganugerahkan Sastra Saraswati Sewana Nugraha 2025 kepada: 1. (Alm.) I Gusti Nyoman Lempad; 2. (Alm.) Ir. Tjokorda Raka Sukawati; 3. (Alm.) Ida Bagoes Oka (Insinyur pertama di Bali; 4. (Alm.) Ida Bagus Putu Tugur; dan Nyoman Nuarta.
“Terhadap tokoh-tokoh tersebut adalah sosok-sosok kebanggaan Bali, yang sudah memberikan kontribusi besar dalam pelestarian, pengembangan, dan pemajuan budaya Bali, terutama dalam bidang teknologi,” ungkap Ari Dwipayana.
Diadakan pula Kompetisi Seni Pertunjukkan dengan inovasi teknologi, yang memberikan kesempatan terhadap seniman Bali, utamanya seni pertunjukkan untuk berinovasi dan adaptasi dengan perkembangan teknologi.
“Rangkaian festival akan ditutup pada awal Desember 2025, dengan meluncurkan buku Brahmasara Bhawana Mukti, pementasan karya seni pemenang kompetisi pertunjukkan berbasis teknologi,” terangnya.
Guspang sebagai manager produksi Festival Sastra Saraswati Sewana 2025 dan kompetisi di dalamnya, mengatakan acara diperuntukan terhadap seniman Bali, agar lebih terbuka atas perkembangan AI dan revolusi industri 4.0.
“Kami ingin mengutamakan seniman-seniman di Bali, dalam mengajukan proposal karya teknologi. Selain itu, diadakan workshop selama tiga hari, hingga diadakan persentasi bagi seniman yang mengajukan karyanya,” ucapnya.
Ida Cokorda Kertiyasa mengatakan Festival Sastra Saraswati Sewana 2025, diharapkan menjadi ruang diskusi para seniman, apalagi seni sekarang makin berkembang pesat. Namun, perlu dilihat juga seni dan teknologi modern berjalan beriringan untuk saling melengkapi.
“Seni dapat sebagai persembahan, di mana ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan, baik itu filosofi, etika, dan susila,” ungkapnya.
Prof. Dr. I Wayan Dibia menilai seni dan teknologi sudah lama berlangsung. Hanya saja, teknologi sekarang lebih maju dan masif.
“Teknologi yang digunakan untuk karya seni, termasuk teknologi untuk mempromosikan karya-karya seni. Bahkan, menonton karya seni tidak perlu berdesak-desakan, bisa lewat TV atau Youtube. Akan tetapi, seni yang dilihat langsung memiliki sifat partisipatif, di mana seni yang kita lihat dan langsung kita alami, kita rasakan langsung. Artinya seni itu kita alami secara partisipatif. Namun, untuk menikmatinya, sebaiknya kita menikmati secara langsung,” ujarnya.
Dilanjutkan, Prof. Dibia, karya seni dan teknologi lainnya seperti pertunjukkan seni Mahabarata, dengan memanfaatkan layar gambar memakai projector.
“Pralaya, Mahabrata, teknologi yang digunakan side desain. Lewat penggunakan teknologi projector, dalam menayangkan karya latar, di mana tema gambarnya bisa berubah-ubah sesuai peranan penari pertunjukkan. Ada gambar gapura, pegunungan, awan, api, dan lainnya,” pungkasnya. PBN001
Ket Foto:
Konferensi Pers – Festival Sastra Saraswati Sewana 2025, dengan tema Brāhmaśara Bhawana Mukti, Teknologi untuk Kemajuan Peradaban, Jumat (27/6/2025) di Puri Kauhan Ubud, Gianyar.