Pratisara Bumi Foundation (PBF), Fab Lab Bali dan Culture ArtScience Technology (CAST Foundation) melaksanakan program Traditional Technology Innovators Residence & Hackathon yang bermitra dengan Lingkar Temu Kabupaten Lestari dan Women’s Earth Alliance. Kolaborasi program yang telah bergulir sejak Bulan Desember 2024.
Mulai dari pemilihan 20 inovator muda yang juga ambasador teknologi tradisional dari 20 daerah di seluruh Indonesia. Parainovator kemudian mendapatkan kelas-kelas persiapan riset dan tools, serta pendampingan bersama 40 penggerak lokal (local enablers) yang memiliki keahlian dalam menjalani desain program. Selama kurang lebih 4 bulan, inovator menjalani proses residensi, riset lapangan, dan presentasi inovasi.
Program Traditional Technology Innovators Residence & Hackathon dimulai dari semangat mengajak generasi muda Indonesia usia 17-35 tahun untuk kembali mengembangkan pengetahuan lokal yang aplikatif di tempat asalnya melalui inovasi teknologi tradisional.
Di mana pada praktiknya, teknologi tradisional secara turun-temurun bisa memenuhi empat dasar filosofi kebutuhan hidup dasar, yaitu sandang (fashion), pangan (food), papan (shelter), sadar (wellness).
Setelah mengikuti seleksi cerita, tahapan berikutnya, yaitu pemilihan 10 inovator dari 10 kabupaten berbeda yang lolos ke tahap Hackathon. Tahapan ini lebih intensif karena mempertemukan proses inovasi secara langsung.
Seluruh inovator mengembangkan idenya menjadi prototipe low-fi, terhitung sejak 09 hingga 17 Mei 2025 bersama tim Fab Lab Bali dan teman-teman mahasiswa di Fakultas Teknik Elektro, Politeknik Negeri Bali.
Puncak dari program ini adalah acara Tradisi Temu Teknologi: Pameran Inovasi Teknologi Tradisional, dengan mengajak khalayak luas untuk ikut menyaksikan cerita dan inovasi teknologi tradisional secara langsung di Desa Serangan.
Pada Tahun 2023, Desa Serangan berhasil meraih gelar Juara 3 Nasional untuk Kategori Desa Wisata Perintis. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) memiliki master plan untuk meningkatkan Serangan Utara, sebagai tujuan ekowisata.
Pusat Konservasi danPendidikan Penyu serta kegiatan penanaman Mangrove telah menjadikan Serangansebagai salah satu tujuan pendidikan dan ekowisata, sehingga berpotensi bagi Serangan untuk menjadi pusat lahirnya berbagai inovasi pengembangan Desa Wisata Hijau.
Tradisi Temu Teknologi dilaksanakan di Bale Desa Serangan yang lokasinya berhadapan dengan Wantilan Pura Desa Puseh Lan Bale Agung, Serangan, Denpasar. Lokasi ini dipilih bukan hanya karena berada di dalam desa adat yang kental dengan berbagai tradisi dan kebudayaan Bali, namun juga karena adabenih-benih lahirnya teknologi modern yang akan dikembangkan oleh Fab Lab Bali, dengan mendirikan Kios Utak-Atik, yang lokasinya dekat dengan Bale Desa ini.
Kios Utak Atik merupakan wadah terbuka bagi masyarakat Desa Serangan untuk mengakses berbagai bentuk teknologi modern, yang diharapkan dapat memberikan dampak bagi peningkatan kemandirian dan kesejahteraan hidup masyarakat sekitar sekaligus tetap menjaga warisan adat, kebudayaan dan kearifan lokal yang sudah tertanam sebelumnya.
Hadirnya Fab Lab Bali di Desa Serangan dinaungi oleh CAST Foundation sebagai bagian dari Koalisi Bali Emisi Nol Bersih (Koalisi Bali ENB) 2045 yang di dalamnya juga ada anggota lain, yaitu World Resources Institute (WRI) Indonesia, Institute for Essential Services Reform (IESR), dan New Energy Nexus (NEX) Indonesia.
Melestarikan Pengetahuan Tradisional: Menghubungkan Generasi Muda dengan Solusi Ketahanan Iklim di tengah perubahan iklim yang semakin nyata dampaknya ke kehidupan.
“Program ini berawal dari keprihatinan atas ketidakseimbangannya ekosistem bumi. Padahal, masyarakat Indonesia secara turun temurun memiliki warisan pengetahuan lokal dan teknologi tradisional yang selaras dengan alam. Kami ingin membangkitkan kembali minat generasi muda terhadap pengetahuan, alat, metode ini agar tetap lestari. Dengan mengumpulkan dan mengembangkan cerita teknologi tradisional dari berbagai daerah, dan menginovasikan teknologi tradisional, kami ingin menunjukkan bahwa teknologi dapat menghubungkan komunitas, bekerja dalam batasan alam dan minim jejak emisi. Kami percaya ini adalah kunci untuk menjawab tantangan krisis iklim dan pelestarian kearifan lokal,” kata Saniy Amalia Priscilla, Co-Founder Pratisara Bumi Foundation.
Saniy mengungkapkan Pratisara Bumi Foundation telah memberikan kesempatan penutur pemuda untuk mengikuti kelas-kelas peningkatan kapasitas dalam memahami konsep teknologi tradisional dari para praktisi, membuat konten lokal melalui platform digital, risetdan pemetaan ide inovasi untuk masa depan yang berkelanjutan.
“Berangkat dari pemahaman adanya kebutuhan solusi lokal, kami bersama mengajak generasi muda agar terlibat perannya dalam mengurangi dampak krisis iklim. Kita bisa melestarikan cara hidup tertuang ke dalam teknik-teknik yang diperantarai sebuah teknologi tradisional yang relevan di masa kini,” ungkapnya.
Pratisara Bumi Foundation berharap program ini menjadi katalis untuk merevitalisasi pengetahuan lokal pada teknologi sebagai bagian penting dari inovasi baru yang berdampak bagimasyarakat daerah dalam mengembangkan solusi lokal, menyeimbangkan pelestarian dan teknologi masa depan.
“Teknologi tradisional sangat erat dengan wawasan keilmuan yangmenjadi perhatian utama kami, yaitu Culture, Arts, Science, and Technology. Selain itu, teknologi tradisional warisan masyarakat adat kita pada umumnya adalah teknologi yang selaras dengan alam sekitarnya. Ini adalah salah satu sebab mengapa program ini menjadi penting karena kami di CAST Foundation selalu aktif mendorong lahirnya inovasi teknologi ramah lingkungan yang memberikan dampak bagi peningkatan keselarasan alam dengan kesejahteraan hidup manusia di dalamnya,” ucap Wan Zaleha Radzi, Co-Founder CAST Foundation.
Diterangkan Wan Zaleha bahwa CAST Foundation, teknologi tradisional bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan benih masa depan lahir dari kearifan lokal yang hidup dalam harmonidengan alam.
“Program ini penting bagi kami karena mempertemukan pengetahuan leluhur dengan teknologi masa kini untuk melahirkan inovasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga selaras dengan bumi, bukan malah merusak dan menguasainya. Sebab dalam banyak budaya kita, manusia bukanlah pemilik alam,tapi bagian darinya,” tegasnya.
Sementara itu, Tafia Sabila, Lab Expert, Design Research-Biomaterials, Fab Lab Bali, sebagai salah satu mentor utama di program ini menjelaskan terkait teknis pembelajaran untuk para inovator.
“Program residensi dan hackathon ini dirancang dengan pendekatan bertahap untuk mendampingi para inovator dalammengembangkan ide inovasi berbasis pengetahuan ekologi tradisional (Traditional Ecological Knowledge/TEK). Program diawali dengan pelatihan untuk para localenabler (penggerak lokal) sebagai pendamping bagi para inovator selama proses residensi berlangsung di desa masing-masing. Selama program residensi, para inovator dibekali dengan materi pembelajaran yang terstruktur, mulai dari metoderiset lapangan berbasis etnografi, pemetaan tantangan lokal, hingga analisis dan sintesis data untuk merumuskan peluang inovasi. Pendekatan meaningful design digunakan untuk memastikan bahwa solusi yang dikembangkan tetap berakar padakonteks budaya dan ekologis setempat,” katanya.
Bagi Tafia, tahap hackathon, para inovator dibimbing dalam proses pembuatan purwarupa (prototyping), mulai dari pengembangan low-fidelity prototype hingga high-fidelity prototype menggunakan teknologi fabrikasi digital.
“Materi yang diberikan juga mencakup dasar-dasar desain produk, teknik kolaboratif, serta strategi presentasi untuk menyampaikan ide inovasi secara efektif,” beber Tafia.
Tentang 10 Inovator terpilih program Indigenous Technology Innovators Residence & Hackathon:
1. Abdul Muiz, inovasi teknologi tradisional: Salamun Tujuh Living Heritage, Mempawah, Kalimantan Barat Konsep ini dirancang untuk melestarikan dan memperkenalkan Salamun Tujuh dari Mempawah melalui empat pilar utama. Pertama, lab interaktif untuk belajar menulis ayat. Kedua, perjalanan budaya untuk menelusuri situs-situs bersejarah. Ketiga, workshop kreatif menjadi ruang untuk menghasilkan karya berbasis Salamun Tujuh, termasuk pengembangan Salamun Tujuh Toolkit sebagai media ekspresi baru. Terakhir, community hub berfungsi sebagai wadah kolaborasi.
2. Akhmad Rizaldi, inovasi teknologi tradisional: Pemecah Cangkang Buah Tengkawang, Sanggau, Kalimantan Tengah. Alat untuk pemecah cangkang buah Tengkawang. Cara kerjanya cukup sederhana, beberapa buah dimasukkan sekaligus ke dalam alat ini dan kemudian ditekan dengan tenaga manusia sehingga cangkangnya bisa retak secara bersamaan. Inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas masyarakat pemanen buah Tengkawang.
3. Deviani Gustia Reski, inovasi teknologi tradisional: Pengeringan Eungkot Kayee, Banda Aceh, Aceh. Portable Solar Dryer merupakan inovasi pengering ikan sederhana menggunakan penutup berbahan plastik UV sehingga dapat menangkap dan mempertahankan panas matahari. Selain itu, alat ini juga menggunakan ventilasi untuk mengatur sirkulasi udara. Desain portabel bertujuan agar Eungkot Kayee mudah disimpan dan dipindahkan sesuai arah angin.
4. Neno Anderias Salukh, inovasi teknologi tradisional: Ume Kbub Leko, Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Inovasi ini menghadirkan ventilasi silang pada dinding dan atap untuk melancarkan sirkulasi udara, serta area pengasapan khusus dengan aliran asap terkontrol melalui cerobong. Sebagai tambahan, Ume Kbub Leko ini menggunakan lantai padat dan tungku modern untuk mendukung aliran asap dan meminimalkan debu. Harapannya, pengguna dapat memasak, menyimpan dan mengawetkan hasil panen, atau beristirahat tanpa merasa terganggu oleh asap dan debu.
5. Ni Komang Ayu Trisna Dewi, inovasi teknologi tradisional: Bagi Chakra, Karangasem, Bali. Diberi nama Bagu Chakra, alat ini bekerja semi otomatis berbasis motor DC bertegangan rendah. Pengrajin terbantu pada saat menggulung dan memilin serat gebang menjadi benang siap pakai menjadi lebih cepat dan mudah digunakan. Serat gebang sendiri dikenal memiliki tekstur yang kuat dan tidak mudah putus, sehingga sangat potensial sebagai bahan baku benang alami. Desain alat pemintal serat gebang yang ergonomis membantu meminimalisir tenaga saat digunakan. Selain itu, alat ini juga dapat menghasilkan benang yang lebih seragam, serta meningkatkan efisiensi waktu dalam pengerjaan.
6. Putri Handayani, inovasi teknologi tradisional: Eduwisata SITTPLBG, Banyuwangi, Jawa Timur. Eduwisata Sistem Informasi Teknologi Tradisional Pangan Lokal Batu Gilisan (SITTPLBG) adalah langkah revitalisasi dan tempat informasi pangan lokal untuk mengamankan teknologi tradisional beserta sejarahnya melalui jalur edukasi dan dokumentasi. Cara kerja inovasi ini adalah mengumpulkan Batu Gilisan yang tersisa, membuat tempat SITTPLBG, konten digital, edukasi pembelajaran dan menciptakan sebuah pengalaman edu wisata yang memperkenalkan kearifan lokal yang menarik untuk anak muda, masyarakat lokal dan luar.
7. Rani Dwi Andriani, inovasi teknologi tradisional: Pengeringan Ragi TempeTradisional, Ponorogo, Jawa Timur. Inovasi rumah pengering yang dirancang dengan sistem “efek rumah kaca”, yaitu menjebak panas dalam ruangan. Dengan inilah, pengeringan lanjar dapat menjadi lebih efektif. Perajin tempe tradisional di satu sisi akan mengumpulkan kembali kemasan daun jati dari pelanggan yang dapat dimanfaatkan ulang menjadi ragi tempe. Kombinasi antara efektivitas rumah pengering dan metode daur ulang bahan ini mendukung produksi tempe tradisional yang berkelanjutan.
8. Sintia, inovasi teknologi tradisional: Palet Warna Kain Jumputan Gambo, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Inovasi ini berupa pembuatan palet dan panduan pewarnaan alami Kain Jumputan Gambo Muba yang berasal dari limbah cair Gambir. Tujuan palet ini adalah untuk menghasilkan warna kain yang konsisten meskipun menggunakan bahan alam dan dapat direplikasi. Prosesnya mencakup pemilihan kain, pencelupan dengan berbagai perlakuan (jenis mordan, durasi pencelupan dan pH), hingga dokumentasi warna sebagai standar pewarnaan.
9. Saiyidal Muhammad Nor, inovasi teknologi tradisional: Perangkap IkanTradisional ‘Pengilar’, Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah. Inovasi ini menggunakan joinery dari sekrup yang tidak menimbulkan retakan. Sekrup kemudian ditambal dengan dowel untuk mencegah korosi. Proses ini juga menggunakan corner clamp untuk membantu artisan dan membuat susunan kerangka menjadi lebih rapi. Pengerjaan dengan peralatan yang lebih canggih dapat mempersingkat proses pembuatan, memungkinkan pengilar untuk tidak gampang rusak dan bertahan lama.
10. Viedela Aricahyani Kodirin, inovasi teknologi tradisional: Sepeda Pemarut Singkong, Banjarnegara, Jawa Tengah Alat ini menghubungkan gir rantai sepeda dengan silinder pemarut di mana pengguna cukup mengayuh untuk mendorong singkong ke parutan. Cara kerjanya, yaitu pengguna memasukkan singkong dari lubang atas wadah silinder pemarut sesaat setelah mengayuh. Untuk menambah tekanan, pengguna menimpa bahan baku ini dengan singkong berikutnya. Hasil parutan akan turun, terkumpul dibagian kiri bawah sepeda dan siap diproses sebagai bahan olahan produk pangan tradisional.
Tentang Pratisara Bumi Foundation
Hadir membantu para pejuang muda dan wanita di pedesaan Indonesia dalam merancang solusi untuk pembangunan berkelanjutan yang berpusat pada kearifan lokal, perlindungan lingkungan, dan keadilan ekonomi. Untuk informasi lebih lanjut Website Pratisara Bumi Foundation dan Instagram Pratisara Bumi Foundation
Tentang Yayasan Culture Art Science Technology (CAST Foundation) CAST Foundation adalah sebuah yayasan yang berbasis di Jakarta yang mendukung desain yang bermakna dan ekosistem yang berkelanjutan bagi masyarakat dan planet ini melalui inovasi-inovasi yang ditemukan di persimpangan antara budaya, seni, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Untuk informasi lebih lanjut Website CAST Foundation dan Instagram CAST Foundation
Tentang Fab Lab Bali: Meaningful Design Group Meaningful Design Group: Fab Lab Bali adalah sebuah laboratorium inovasi terbuka bagi masyarakat untuk mengusulkan dan mengembangkan intervensi bermakna yang memperkaya, memberdayakan, dan meningkatkan ekonomi regeneratif Bali yang sedang berkembang dengan menyediakan akses ke fabrikasi digital, alat pembuatan prototipe, teknologi, dan pendidikan. Fab Lab Bali baru saja membuka Kios Utak Atik di Desa Serangan, Bali-sebuah tempat untuk siapa saja yang ingin berkarya. Untuk informasi lebih lanjut Website Fab Lab Bali dan Instagram Fab Lab Bali. PBN001